Selasa, 24 Maret 2020

Ulasan Listrik di Sumatera Utara

Krisis Listrik Sumatra Utara Tuntas Akhir November
Pemerintah menjanjikan krisis listrik di wilayah Sumatra Utara dan sekitarnya segera berakhir seiring beroperasinya genset yang disewa PT PLN (persero). Pada akhir November ini diharapkan krisis listrik di wilayah itu tuntas.

Menurut Dirjen Ketenagalistrikan Kementrian ESDM, Jarman, saat ini pasokan listrik sudah bertambah 20 megawatt dan menyusul lagi 50 Mw. "Sudah membaik, diharapkan berakhir kalau genset sudah terpasang. Rencananya paling akhir November," ujar Jarman di Jakarta.

Penyewaan genset itu, imbuhnya sementara sebelum beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Nagan Raya berkapasitas 200 Mw di Aceh dan PLTU Pangkalan Susu berkapasitas 400 Mw di Sumatra Utara. "Pangkalan Susu belum jadi, PLTU Nagan Raya sedang commissioning (uji coba), tentunya sewa bisa dikurangi lagi."

Bahkan bila keduanga telah beroperasi justru akan terjadi surplus hingga 300 Mw di Sumatra. Selama ini PLN hanya mampu memasok 1.486 Mw untuk Sumut dari total kebutuhan 1.650 Mw.
Pemerintah pun akan membentuk satuan kerja dari Badan Pertanahan Nasional, Kementrian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian ESDM untuk membantu PLN dalam pembebasan lahan jaringan transmisi.

Disisi lain, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyesalkan aksi perobohan tower listrik PLTU Pangkalan Susu. "Setiap tower yang sudah didirikan ada saya yang tumbang. Tidak diketahui pelakunya," kata Dahlan, di Belawan, Sumatra Utara.

Menurutnya, selain menghambat pembangunan PLTU, aksi itu juga merugikan negara Rp 2 Triliun per tahun. "Saya minta aparat hukum mengamankan proyek tersebut."

Cara lain mengatasi defisit listrik ialah mengimpor listrik dari Negara Bagian Serawak, Malaysian, sejumlah 50-200 Mw. Upaya itu diyakini bisa menekan biaya produksi listrik.

"Diharapkan akhir 2014 atau awal 2015 sudah masuk. Kesepakatan penjualan sudah ditandatangani PLN dengan Serawak Energy Berhad," ujar Jarman.

Penghematan dari upaya itu, imbuhnya sekitar Rp 2.600 perkilowatt hour (kwh) karena listrik impor dari pembangkit listrik tenaga air itu hanya Rp 900 per kwh. Sementara itu, listrik dari genset di Kalimantan Barat berharga Rp 3.500 per kwh. "Impor itu sebagai pelengkap saja, sambil kita kurangi listrik BBM."

Sebaliknya lanjut Jarman, Indonesia juga akan mengekspor listrik ke Malaysia seiring beroperasinya PLTU 2x1.000 Me di Riau pada 2018-2019.

Meski langkah impor itu untuk memenuhi defisit listrik, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menyebut impor listrik cermin buruknya tata kelola energi nasional.
"Pemerintah terlihat tidak memikirkan kebutuhan listrik disana karena harus mengimpor dari negara tetangga," ujarnya.

Impor memang telah menjadi praktik global, tapi pemerintah harus memastikan keandalan pasokan listik impor itu untuk terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
Sumber Media Cetak : Media Indonesia, 20 November 2013.



PLN Akan Ekspor Listrik ke Malaysia
Ditengah belum tuntasnya soal krisis enerji listrik di Sumatra, PT PLN sudah berencana mengekspor listrik ke Malaysia tahun 2017 nanti. Listrik yang akan diekspor merupakan listrik dari pembangkit yang akan dibangun di Sumatra Utara.

Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji, Jumat (22/11) menyebutkan listrik yang akan dijual ke Malaysia itu sebanyak 600 megawatt. Listrik dari pembangkit yang akan dibangun di Sumut itu akan dijual ke Malaysia melalui kota Dumai dan Malaka lewat kabel bawah laut.

Saat ini, PT PLN sudah masuk dalam tahap proses disain. Untuk rencana itu PT PLN melibatkan PT Tambang Batubara Bukit Asam, dan Tenaga Nasional Berhad (TNB/perusahaan listrik Malaysia) untuk membangun pembangkit listrik dan kabel bawah laut.

Disebutkan, pembangkit yang akan dibangun bakal menghasilkan daya 1.500 MW, sekitar 600 MW bakal diekspor ke Malaka Malaysia. Total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan itu berkisar 1,5 juta dollar AS.
Sumber: zamrudtv.com